Selesai Hari Raya Idul Fitri Tahun 2014 lalu kami melakukan kunjungan wisata ke Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang.
Perjalan dari Pelabuhan Batam kami naik Feri Ke Tanjung Pinang -/+ 1jam perjalanan.selanjutnya dari Pelabuhan Tanjung Pinang kami menyebrangi selat menuju Pulau Penyengat menggunakan Pompong. Perlahan pompong bergerak meninggalkan dermaga hingga selanjutnya melaju menyeberangi selat. Dalam perjalanan yang akan memakan waktu +/- 20 menit, kami benar-benar berusaha menikmatinya.
Angin yang sepoi-sepoi sungguh terasa menyegarkan. Sementara gemercik ombak yang riaknya menghantam dinding pompong dan kadang percikannya mengenai kami, menjadikan penyeberangan kami ke Pulau Penyengat menjadi kian mengasyikkan. Mata kami juga tak henti memandang kiri dan kanan. Kami bisa melihat bagian belakang dari Pelabuhan Feri Tanjung Pinang. Kami juga bisa melihat nun jauh di sana, Monumen Haji Fisabilillah berdiri. Dan yang pasti, di depan kami, panorama lautan dengan hamparan Pulau Penyengat semakin jelas terlihat.
Menjelang pompong mendekati dermaga Pulau Penyengat, kami disajikan hamparan rumah-rumah penduduk yang berbentuk panggung, khas dari budaya Melayu. Rumah-rumah tersebut seakan-akan berjejer dan berdiri di sepanjang pulau.
Dan akhirnya sampailah kami di dermaga Pulau Penyengat. Satu persatu kami ke luar dari pompong kemudian menaiki tangga menuju dermaga. Dermaga tersebut kondisinya sangat baik. Bahkan fasilitas toiletnyapun cukup bersih. Salut pokoknya.
Satu-satunya transportasi yang dapat digunakan untuk berkeliling Pulau Penyengat adalah Bentor (Becak Motor).
Masjid Sultan Riau merupakan spot pertama yang dengan mudah kami jumpai. Hal itu karena Masjid Sultan Riau terlihat begitu jelas sebelum pompong merapat. Dan lokasinyapun tidak jauh dari dermaga. Namun, kami putuskan untuk mengakhirkan kunjungan kami ke masjid tersebut.
Makam-makam Sultan dan Keluarganya.
Ternyata sebagian besar dari obyek bersejarah yang ada di sana adalah komplek pemakaman sultan beserta keluarganya. Dalam perjalanan, kami diantar oleh pengemudi Bentor ke komplek pemakaman Engku Putri Raja Hamidah (permaisuri dari Sultan Mahmud Marhum Besar). Selain makam Engku Putri Raja Hamidah, di tempat tersebut juga dimakamkan Raja Ahmad (Penasihat Kerajaan), Raja Alihaji (Pujangga Kerajaan) dan Raja Abdullah IX dan permaisurinya (Raja Aisyah).
Di dalam bangunan Makam, di sana terdapat puisi-puisi karya Raja Haji Ali yang dikenal dengan Gurindam 12 terukir di dinding ruangan.
Komplek pemakaman selanjutnya adalah komplek makam YDM Riau VI Raja Ja’afar dan YDM Riau VIII Raja Ali Marhum. Komplek makam tersebut di kelilingi pagar yang tinggi.
Ada pintu gerbang masuk ke dalam komplek. Dari pintu gerbang, sebuah bangunan berwarna kuning dengan beberapa buah kubahnya ada di hadapan. Sepertinya makam para sultan tersebut ada di dalamnya.
Kunjungan terakhir kami di Pulau Penyengat berakhir di Masjid Sultan Riau yang konon tembok Masjidnya di lapisi putih telur.
Assalamualaikaum Wr.Wb.Setelah saya membaca tulisannya,saya jadi teringat waktu sya 1 bulan di batam dulu.banyak pengalaman yg sy dapat,mulai dari kehidupan berbagai macam suku bangsa indonesia dari sabang sampai marauke.alhamdulillah nanda jur sekarang sudah berhasil menjadi pembisnis walau hanya sekedar membuka warung nasi.saya sangat salut dengan perjuangannya.mudah mudahan tetap berjaya
BalasHapusWaalaikumussalam Wrwb.
HapusTerima kasih motivasinya pmn.
http://ippm-baiturrohim.blogspot.com/2014/12/baik-saja-tidak-cukup.html mampir bro:)
BalasHapus